Inilah Beberapa Faktor Sebab Prestasi Olahraga di Indonesia Kurang Maksimal

Muhamad Rosyid Jazuli

Dalam hasil terbaru kejuaraan bulutangkis dunia 2014, Indonesia sama sekali tidak mendapatkan prestasi yang memuaskan. Tentu kita bangga bahwa ada nama Tommy Sugiarto berada dalam salah satu daftar pemenang meski hanya meraih perunggu. Namun, bukannya prestasi yang lebih baik bisa diraih mengingat beberapa atlet-atlet pendahulunya punya torehan yang lebih baik?

Paramadina Public Policy Institute pada 2010 lalu melakukan riset tentang beberapa faktor penurunan prestasi Indonesia dalam bidang olahraga. Penelitian berjudul “Mendorong Prestasi Olahraga Melalui Kebijakan Pendanaan dan Fiskal” ini mengungkap beberapa faktor mengenai sebab mengapa prestasi olahraga Indonesia tak pernah bisa unjuk gigi, melalui interview dengan beberapa pemangku kepentingan (stakeholder) seperti atlet, mantan atlet, swasta dan pemerintah.
Berikut beberapa faktornya:

1. Profesi atlet tidak atraktif bagi anak bangsa

Saat ini beberapa bidang olahraga memang cukup menarik minat para generasi muda seperti bulutangkis dan sepakbola. Namun bidang di luar itu, bidang-bidang olahraga lainnya di Indonesia jarang sekali diminati. Beberapa penyebabnya antara lain ketidakjelasan jalur karir di bidang-bidang olahraga tersebut.

Bahkan dalam hal karir pascapensiun, bulutangkis dan sepakbola pun setali tiga uang dengan bidang lain. Banyak mantan atlet yang terlantar, hidup dengan beberapa permasalahan yang tak terselesaikan seperti gaji dan sebagainya. Ini membuat regenerasi atlet menjadi tersengal-sengal. Bidang olahraga pun makin tidak diminati di negeri ini.

2. Olahraga tidak terbangun secara terintegrasi dengan sistem pendidikan

Orientasi sebagian masyarakat Indonesia memang belum melihat olahraga sebagai karir yang membanggakan dan menjanjikan. Pendidikan dan olahraga bukan paduan yang pas, seperti dua kutup magnet yang sama yang mencoba untuk bergabung; tentu tak akan pernah terwujud.

Banyak lembaga pendidikan yang memberikan ‘hukuman’ pada siswa yang lebih memilih olahraga dibanding belajar untuk nilai pelajaran yang bagus. Selain itu memang tidak ada program pelatihan dari pemerintah yang memberikan ruang bagi setiap siswa untuk memilih jalur olahraga untuk berprestasi lebih baik.

3. Minimnya dana untuk pembinaan olahraga

Sudah jatuh tertimpa tangga. Sudah tak ada program pembinaan yang, dana pembinaan pun tak banyak bisa bicara. Bila dibandingkan dengan negara lain, anggaran kementerian pemuda dan olahraga Indonesia jauh lebih kecil. Di Australia, Thailand dan Singapura, dana olahraga mereka mencapai masing-masing 0,1%, 0,2%, dan 4,2% dari pendapatan negara. Sementara di Indonesia hanya 0.08%. itu pun belum dikurangi biaya operasional kementrian seperti gaji pegawai.

4. Belum optimalnya ketelibatan berbagai pihak terutama pihak swasta dalam pembinaan olahraga

Sebenarnya banyak pihak swasta di Indonesia ingin lebih membantu perkembangan olahraga di Indonesia. Namun mereka mengaku tidak bisa membantu dengan maksimal sebab olahraga di Indonesia belum berkembang dengan baik sebagai industri. Masih banyak sekali politisisasi di dalam bidang ini yang membuat olahraga bukan tempat menjanjikan untuk bisnis.

Contoh negara yang sukses membangun industry olahraganya adalah Inggris dan secara khusus Amerika. Dengan pengelolaan olahrga yang bagus, bukan hanya banyak generasi muda yang ingin menjadikan atlet sebagai profesinya, tapi juga banyak perusahaan swasta yang ingin bergabung menanamkan modalnya.

5. Sarana dan prasarana olahraga yang minim

Sudah menjadi paham umum kalau kita belum memiliki lapangan sepakbola yang bagus. Itu hanya di satu bidang, belum yang lain. Kurangnya perhatian pemerintah untuk menyediakan fasilitas pendukung olahraga yang baik membuat bidang ini makin tidak atraktif. Mereka yang telah memutuskan untuk menjadi atlet pun akan sulit berkembang.

Di samping itu, kalau pun ada sarana yang baik, itu hanya terpusat di Jawa. Para atlet dari daerah harus meninggalkan daerahnya sejak usia dini bila ingin menjadi professional. Ini tentu membuat sebagian akhirnya memutuskan untuk tidak berkarir di dunia olahraga meski punya potensi besar.

6. Strategi, peran dan prioritas dari pemerintah.

Sudah seharusnya pemerintah menjadi organisasi induk untuk mengelola olahraga di Indonesia. Bagaimanapun juga porsi perhatian bagi olahraga masih kurang bila dibanding dengan bidang lain. Program pembinaan dan pengelolaan masih perlu disempurnakan. Faktor ini selalu berada pada akhir setiap siklus pengembangan bidang apapun. Semua upaya baik dari atlet—dalam kasus ini dan swasta pada akhirnya bermuara pada inisiasi pemerintah.

Mau tidak olahraga kita berprestasi dan maju?