Pengadaan Tanah untuk Pembangunan

“Tanah merupakan modal dasar pembangunan. Hampir tak ada kegiatan pembangunan (sektoral) yang tidak memerlukan tanah. Oleh karena itu tanah memegang peranan yang sangat penting, bahkan menentukan berhasil tidaknya suatu pembangunan” (Departemen Penerangan RI, 1982)

Kegiatan pembangunan yang dilaksanakan baik untuk kepentingan umum maupun swasta selalu membutuhkan tanah sebagai wadah pembangunan. Saat ini pembangunan terus meningkat sedangkan persediaan tanah tidak berubah. Keadaaan ini berpotensi menimbulkan konflik karena kepentingan umum dan kepentingan perorangan saling berbenturan.

Pengadaan tanah untuk pembangunan di Indonesia tidak jarang menghadapi masalah. Bahkan, menurut Menteri Pekerjaan Umum, Djoko Kirmanto, kendala utama pembangunan infrastruktur adalah persoalan pertanahan. Berikut ini adalah ringkasan dari beberapa pengadaan tanah yang bermasalah (www.pu.go.id).

Praktik Pengadaan Tanah untuk Pembangunan di Beberapa Negara

Review terhadap beberapa negara, tidak ada negara yang tidak memiliki kewenangan untuk mengambil tanah untuk kepentingan pembangunan. Kecepatan pertumbuhan ekonomi di the new emerging market tidak terlepas dari proses pengambilan tanah untuk pembangunan infrastruktur dan wilayah perkotaan. Negara-negara seperti Cina, Korea Selatan, dan Singapura melakukan pembebasan tanah secara masif untuk kepentingan transportasi, perkantoran, fasilitas energi dan infrastruktur lainnya.

Beberapa literatur juga menujukkan trend penurunan pengambilan tanah oleh pemerintah (Azuela, 2007). Pengambilan tanah oleh pemerintah bukan saja makin menurun tapi juga semakin sulit untuk dilakukan. Menurut Azuela, terdapat beberapa faktor yang menyebabkan makin sulitnya pengambilan tanah oleh pemerintah yaitu: (1) meluasnya ketidakpuasan masyarakat terhadap praktik-praktik pengambilan tanah oleh pemerintah, (2) meningkatnya independensi lembaga peradilan, (3) menguatnya tekanan dari pemberitaan media massa, dan (4) dampak implementasi perjanjian internasional.

Pelajaran untuk Indonesia

Dari analisa terhadap masalah pengadaan tanah untuk pembangunan di berbagai negara, dapat disimpulkan:

Pertama, hampir di seluruh negara pengadaan tanah untuk pembangunan menjadi semakin sulit dilakukan. Ketidakpuasan masyarakat, makin independennya lembaga peradilan, tekanan pers, dan perjanjian internasional menjadi faktor-faktor sulitnya pembebasan tanah. Untuk Indonesia, diperkirakan trend ini juga akan terjadi.

Kedua, tidak ada praktik pengadaan tanah untuk pembangunan yang benar-benar sempurna. Hampir di semua negara yang menjadi sampel mengalami permasalahan. Hanya saja, tingkat kerumitan permasalahan dan dampaknya pada penundaan proyek berbeda-beda. Untuk Indonesia, saat ini adalah momentum untuk perbaikan terhadap kebijakan, prosedur, dan praktik-praktik pengadaan tanah untuk pembangunan.

Ketiga, pelaksanaan pembebasan tanah dapat dipermudah dengan dua pendekatan. Yaitu dengan meningkatkan keberpihakan dan penghormatan terhadap pemilik hak atas tanah. Pendekatan ini dilakukan dengan mengedepankan sosialisasi, negosiasi, dan pemberian kompensasi yang lebih komprehensif. Pendekatan lainnya adalah dengan memperkuat kewenangan negara untuk mengambil tanah pada harga yang ditetapkan walaupun tanpa kerelaan pemilik tanah. Pendekatan ini dilakukan dengan menggunakan kewenangan yang diberikan undang-undang. Grafik 8 memetakan bauran kebijakan di berbagai negara.

Pendekatan yang mengedepankan sosialisasi, negosiasi, dan pemberian kompensasi yang lebih komprehensif memiliki konsekuensi pada ketersediaan anggaran. Pemberian kompensasi secara komprehensif membutuhkan dana yang besar. Dengan demikian, penetapan kebijakan terhadap komponen apa saja yang akan diperhitungkan dan bagaimana metode perhitungannya harus memperhatikan kemampuan keuangan negara.

Pendekatan yang mengedepankan kewenangan pencabutan hak membutuhkan ketegasan sikap dan wibawa pemerintah dan aparatnya. Penggunaan kewenangan pencabutan hanya efektif dilaksanakan oleh pemerintah dan aparatnya yang dikenal memiliki integritas dan tidak memiliki vested interest dalam setiap tindakannya. Rendahnya integritas dan buruknya reputasi pemerintah dan aparatnya di mata masyarakat akan menyebabkan resistensi dari masyarakat.

Paparan lengkap hasil studi dapat dilihat pada file presentasi berikut ini.