- November 6, 2014
- Posted by: Admin PPPI
- Category: Industry
Militer yang kuat harus didukung dengan industri pertahanan yang juga kuat. Hal inilah yang memotivasi, Silmy Karim, untuk menghasilkan sebuah buku berjudul ‘Membangun Kemandirian Industri Pertahanan Indonesia’. Sebuah buku yang menuangkan tentang realitas, harapan dan apa yang mau dilakukan ke depannya untuk membangun sebuah kemandirian dalam industri pertahanan.
Kemandirian dalam hal pemenuhan kebutuhan alat pertahanan dan keamanan (alpalhankam) ini sangatlah penting. Penghematan devisa, penugasan teknologi tinggi, membuka lapangan pekerjaan melahirkan sumber daya manusia unggul, meningkatkan pendapatan pajak dan ikut mendorong pertumbuhan ekonomi merupakan beberapa keuntungan yang diperoleh jika Indonesia mandiri.
Menurut Silmy Karim, industri pertahanan di Indonesia masih jauh dari baik, masih banyak upaya-upaya yang khusus dan tidak biasa untuk mengejar ketinggalan. Jika dibandingkan dengan negara tetangga, Singapura, yang sudah memiliki satu perusahaan di bidang pertahanan yang memiliki turn over melebihi dari beberapa industri strategis di Indonesia. Untuk mempertahankan kedaulatan ketika ekonomi Indonesia masih sangat baik adalah dengan mendorong industri pertahanan.
Dalam acara yang dimoderatori oleh Wijayanto, Managing Director Paramadina Public Policy Institute ini, dikemukakan bahwa Industri pertahanan nasional yang dinaungi BUMN, seperti PT Pindad, PT Dirgantara Indonesia, PT PAL, PT Dahana memerlukan kerja keras dalam mengejar berbagai ketinggalannya dari aspek penguasaan tekhnologi pertahanan, keterbatasan modal kerja hingga merumuskan corporate culture yang lebih sesua dengan jati diri sebagai business driven organization.
“Industri pertahanan tidak bisa diokupasi oleh BUMN, tetapi BUMS juga harus mendapatkan peran. Mana yang harus dikerjakan BUMN dan mana yang dikerjakan BUMS, seperti alat-alat yang bersifat mematikan harus dipegang oleh BUMN karena faktor kerahasiaan dan biaya penelitiannya tinggi. Sehingga swasta tidak akan minat, tetapi untuk mendukung pembuatan alat-alat tersebut, tentu saja ada cluster-clusternya bukan berarti bahwa BUMN penuh bisa mengerjakan semuanya A-Z.” jelas Silmy.
Ia juga menjelaskan bahwa, Pemerintah melaui BUMN bisa mengajak BUMS untuk mengisi cluster-cluster tersebut.
“Selain itu militer tidak hanya membutuhkan alat-alat persenjataan, tetapi juga butuh alat lain, seperti rompi anti peluru, sarung tangan dan lainnya,” jelas Wakil Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP) ini.
Diolah dari SUMBER
Leave a Reply
You must be logged in to post a comment.