NEWS – Indostrategic, 2 November 2021
Hubungan ekonomi Indonesia dan China, utamanya terkait investasi asing menjadi topik yang menarik untuk dikaji. Hal ini dikarenakan adanya peningkatan signifikan investasi asing langsung (FDI) oleh China di Indonesia hingga 559 persen dalam lima tahun terakhir.
Pada 2015, investasi China di Indonesia hanya sebesar 0,63 miliar dollar AS. Sementara, pada 2020, ia menjadi 3,51 miliar dollar AS. Hal ini membuat China menempati posisi ketiga terbesar investasi asing langsung dengan nilai 17,29 miliar dollar AS, di bawah Jepang yang nilainya 24,67 miliar dollar AS dan Singapura 46,50 miliar dollar AS. (Data Badan Koordinasi Penanaman Modal–BKPM, pada 2020 dikutip Kompas)
Terkait hal di atas, Paramadina Public Policy Institute (PPPI) mengadakan diskusi publik dengan tema “Dampak Investasi China untuk Indonesia: Produktif atau Korosif?” pada Selasa, 2 November 2021 secara online melalui Zoom.
Diskusi dibuka oleh sambutan Rektor Universitas Paramadina, Prof. Dr. Didik Rachbini dan diisi oleh berbagai pengamat ekonomi, yaitu Peneliti Senior INDEF & Universitas Indonesia Faisal Basri dan Managing Director PPPI dan Direktur Eksekutif Institute for Democracy and Strategic Affairs (INDOSTRATEGIC), Ahmad Khoirul Umam, Ph.D. Hadir pula Direktur Eksekutif CORE Indonesia, M. Faisal sebagai narasumber. Diskusi ini menarik beberapa kesimpulan sebagai berikut.
Investasi China di Indonesia diyakini ada di posisi pertama. Meskipun investasi China berada di urutan ketiga setelah Singapura dan Hongkong, menurut data BKPM, tetapi besar kemungkinan negeri Tirai Bambu itu berada di posisi pertama. Sebab, Singapura dan Hongkong diprediksi hanyalah transit dan pintu masuk modal-modal dari China untuk masuk ke Indonesia.
Defisit perdagangan Indonesia – China trennya semakin tinggi. Hal ini dapat diamati dari dari trend saat ini, dimana impor dari China semakin besar, sedangkan ekspor Indonesia ke China semakin tidak sebanding. Itupun didominasi oleh ekspor bahan baku.
China diprediksi memanfaatkan kelemahan negara penerima investasi, termasuk Indonesia. Sebagaimana yang terjadi negara-negara Asia Tenggara lainnya, sejumlah investasi China cenderung memanfaatkan celah kelemahan tata kelola pemerintahan negara-negara penerima investasi.
Situasi di atas sering berimbas pada perubahan master plan, perubahan harga dan alokasi anggaran, hingga perubahan tenggat waktu pengerjaan. Hal ini banyak dimanfaatkan oleh kekuatan oligarki yang mencari keuntungan dari ketidakpastian karakter investasi seperti itu.
Pemerintah Indonesia diharapkan melakukan evaluasi transparansi dan akuntabilitas setiap proyek pembangunan. Pemerintah harus benar-benar mengevaluasi transparansi dan akuntabilitas dari setiap pengerjaan proyek investasi bersama China.
Sebab, jika investasi dijalankan secara serampangan, tidak berdasarkan perencanaan yang matang, terus berubah-ubah, dikhawatirkan memunculkan pembengkakan biaya yang tidak terduga. Alhasil, rakyat dan negara akan dirugikan. [JDP/Indostrategic/PPPI]