- February 18, 2015
- Posted by: adi prasetya
- Category: Anti Corruption, Blogs, Headlines, Integrity
Pada dasarnya integritas memiliki makna yang beragam yang bisa disesuaikan dengan masalah yang kita angkat, untuk kasus tertentu, integritas bisa diartikan satu kata dengan perbuatan atau melakukan suatu hal berdasarkan etika dan norma-norma yang ada di masyarakat.
Secara ilmiah kata integritas mengandung arti satu kesatuan, lengkapnya adalah sebagai berikut: mutu, sifat, atau keadaan yg menunjukkan kesatuan yg utuh sehingga memiliki potensi dan kemampuan yg memancarkan kewibawaan; kejujuran;( kamus besar bahasa Indonesia).
Sedangkan kata munafik memiliki arti berpura-pura percaya atau setia, taat kepada agama dan sebagainya, tetapi sebenarnya di hatinya tidak; suka (selalu) mengatakan sesuatu yg tidak sesuai dengan perbuatannya; bermuka dua (kamus besar bahasa Indonesia). Dalam masyarakat makna kata munafik bergeser menjadi orang yang berbuat keliru kemudian berusaha meninggalkan kekeliruan.
Kata integritas adalah kata yang mudah untuk diucapkan tapi perlu usaha keras untuk menerapkannya meskipun pada diri sendiri sehingga seringkali bersanding dengan kata munafik dengan sempurna.
Tantangan kita
Seorang pejabat disebut berintegritas apabila tidak pernah meminta imbal jasa atas pelayanannya, tidak pernah korupsi, tidak pernah memanfaatkan jabatannya untuk kepentingan pribadi dan hal-hal lain yang menunjukan kejujuran, “kebersihan”, amanah (dapat dipercaya), sidik (perkataan dan perbuatannya benar).
Akan tetapi, apabila karena suatu sebab seorang pejabat tersebut satu kali saja “tersandung” batu kecil perbuatan yang dianggap melanggar norma masyarakat (etika) seperti yang bersangkutan kawin lagi. Atau, ia menggunakan uang negara untuk pengeluaran taktis untuk rakyat yang tak melalui prosedur dan dihukum, maka dengan mudahnya ia disebut sebagai munafik.
Cap munafik juga dengan mudah diberikan kepada orang lain yang berusaha meninggalkan kekeliruan. Sehingga sedikit banyak orang menjadi berpikir ulang untuk benar-benar meninggalkan kekeliruan, sama seperti penjudi yang sudah tak mau lagi berjudi tapi terus dicari dan diajak untuk berjudi oleh teman-temannya, pencandu yang tak mau pakai narkoba lagi tetap ditawari, perokok yang insyaf, bahkan garong, maling dan koruptor yang sudah tobat selalu dilibatkan lagi untuk melakukan “usahanya”.
Beberapa orang sedang berupaya memperbaiki diri, berusaha menjadi baik, mereka mencoba mengikuti aturan-aturan agama, norma hukum, hati nurani dan norma masyarakat (etika), tapi sungguh berat yang harus dihadapinya. Orang-orang itu sering menghadapi cemoohan, hinaan bahkan dimusuhi, seakan mereka tidak pantas berubah, kubu lawan yang tak ingin ia berubah semakin sering dan mudah mencap, mengumbar kata sok suci, sok alim, lupa kacang akan kulit dan munafik kepadanya.
Kata-kata yang melemahkan upaya menuju perbaikan diri datang silih berganti dari orang-orang terdekat, teman, sahabat bahkan dari orang yang tak dikenal melalui berbagai media. Padahal jika memang orang itu munafik, biarlah cap munafik datang sendiri dari Yang Maha Kuasa yang memang tahu siapa diri kita sebenarnya, jangan dari mulut kita. Dengan menunjuk satu jari kepada orang lain dengan cap munafik apakah kita sebenarnya menunjuk dengan tiga jari kepada diri sendiri juga?
Mereka seakan tak rela apabila orang menjadi baik, dan meninggalkan kehidupan lalu yang kurang baik. Sebetulnya itu sudah di tenggarai dalam hadist, Rasulullah SAW mengingatkan: “Setiap bani Adam berbuat salah dan sebaik-baik orang yang berbuat salah adalah orang-orang yang bertaubat.” (HR. Imam al-Tirmidzi, Imam Ibn Majah dan Imam Ahmad).
Sedangkan dalam Al Quran Allah SWT berfirman: “Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.” (Qs. al-Baqarah: 222)
Walaupun tidak dicemooh atapun dicap munafik, dalam diri manusia tetap saja pertentangan antara ingin tetap baik dengan kembali ke tidakintegritasan selalu bergejolak seperti perang antara kebenaran dengan kerusakan. Apalagi dengan cemooh dan cap munafik yang diberikan oleh orang lain secara terus menerus, tekad yang kuat bisa terkikis. Itulah yang diinginkan oleh nafsu.
Tips-tips integritas
Dalam kisah lain ada gambaran oknum bangsa kita, orang harus miskin terus, jika satu orang berusaha menjadi kaya dengan kerja keras, dilemahkan dengan ucapan-ucapan “Ah ngapain keras berusaha, tulangmu adalah tulang susah”, “Kalau kaya nanti gak bisa ngumpul lagi dengan kita,” dan lain-lain.
Kita tidak sedang membicarakan pejabat, begitu juga dengan seorang ingin berubah baik, sekarang kita lihat diri kita sendiri, apakah kita sudah mempunyai integritas? Sudah bisa disebut berintegritas?? Lihat dalam diri kita, apakah kita sudah “bersih”? Dalam berpolitik, dalam pergaulan, dalam rumah tangga dan dalam pekerjaan.
Setiap manusia punya kesalahan atau dosa, karena manusia itu tempatnya keliru. Orang bijak mengatakan, al-insanu mahal al-khata’ wa al-nisyan (manusia itu tempatnya salah dan lupa). Sebagai manusia, Rasulullah SAW-pun terkadang keliru. Hanya saja bedanya, kalau keliru, beliau langsung ditegur dan diingatkan oleh Allah SWT.
Kalau kita yang keliru, yang mengingatkan ya manusia juga, tapi dalam beberapa kasus, alih-alih diingatkan malah diajak kembali kejalan yang keliru. Jika melakukan kekeliruan seharusnya dengan sadar kembali ke jalan yang benar. Melakukan kesalahan itu wajar, tapi kembali kepada kebenaran itu suatu keharusan.
Sebaiknya, semua orang berusaha tetap menjadi baik, bagaimana menjadi baik, ikut saja norma agama, etika, norma hukum,hati nurani dan norma umum di masyarakat.
Beberapa tips untuk menjadi orang berintegritas:
– Bohong itu dosa. Ini adalah keyakinan agama yg harus ditanamkan. Keyakinan ini umumnya sudah tertanam pada banyak orang, hanya saja implementasi yg tidak sempurna
– Lebih baik diam daripada berbohong. Jika suatu saat didesak untuk berbohong kita bisa memilih untuk tetap diam atau menghindar.
– Ingat umur, jika waktu muda kita tidak jujur dan tidak berintegritas, seharusnya waktu usia bertambah perlahan kita mulai meninggalkannya.
– Latihan terus menerus. Jika kita sudah terbiasa berbohong, jangan malu-malu untuk minta bantuan dari rekan lain untuk membantu mengontrol. Misalnya, dengan memperingatkan.
– Bergaul dengan pembohong yg profesional agar kita merasakan bagaimana rasanya jadi korban. Namun ini adalah sebuah cara terakhir.
– Tinggalkan lingkungan lama, switch ke lingkungan baru dengan teman-teman yang baik, istilah kerennya “hijrah”
– Membangun integritas sejak dini dari diri sendiri, sekarang dan dari hal kecil adalah cara terbaik. Ini termasuk dalam tindakan pencegahan.
– Membangun kejujuran sejak dari keluarga. Misalnya, orang tua harus memberi contoh sejak dirumah. Suami harus jujur kepada istri, demikian sebaliknya.
– Memproteksi dari contoh-contoh yg tidak jujur, seperti perilaku korup elit politik yg sering muncul di media massa. Jadi sejak dini, keluarga memperkenalkan kepada anak-anaknya bahwa perilaku tersebut adalah sangat buruk.
– Membangun kejujuran dalam lingkungan yg lebih besar, setelah di keluarga, misal di sekolah, dan di kampus.
– Institusionalisasi integritas, misal dalam institusi sekolah, kampus, masyarakat, dll. Misal, di sekolah perlu dibiasakan ujian tanpa pengawas, mengadakan kantin kejujuran, dll. Sosialisasi dapat juga dilakukan dalam aktivitas yg lebih transferable, misalnya melalui multimedia.
– Blow up secara massal dari kasus-kasus yang menunjukkan integritas. Perlu diadakan event khusus yang menggelorakan integritas dan kejujuran.
– Perlu memberikan penghargaan khusus pada orang-orang jujur dan berintegritas. Ini untuk memberi contoh keteladanan.
– Apakah ada insentif untuk menjadi orang jujur? Ini perlu dipikirkan. Saat ini framework yg banyak tertanam adalah ketika menjadi orang jujur dan berintegritas maka tidak ada keuntungan atau dimusuhi. (tips by Anies Baswedan dengan editan).
Obey the rules, make our lives easier…
Sumber:
– Al Quran
– Hadist
– Kamus Besar Bahasa Indonesia
– Tulisan Anies Baswedan, PhD
Oleh: Adi D Prasetya
Project Manager di Paramadina Public Policy Institute
Adi bisa dihubungi melalui: adi.presetya@policy.paramadina.ac.id
Sumber gambar: iStock Photo
Leave a Reply
You must be logged in to post a comment.