Paramadina Public Policy Review, 4 Desember 2014
Indonesia memerlukan investasi yang lebih intensif, baik dari dalam maupun luar negeri. Beberapa waktu yang lalu, Presiden Widodo pernah menyatakan ambisinya untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 7% per tahun hingga tahun 2030. Angka pertumbuhan tersebut yang pernah dicapai Indonesia lebih dari satu dekade lalu. Saat ini, pertumbuhan ekonomi Indonesia melambat, menjadi 5.1% di kuartal terakhir 2014.
Presiden Joko Widodo pada masa kampanye telah menjabarkan visi dan ambisinya untuk Indonesia dalam Sembilan Agenda Prioritas –dikenal dengan nama Nawa Cita- berisi garis besar tujuan kebijakan untuk membawa Indonesia dan ekonominya ke arah kemajuan. Tentu saja upaya untuk mencapai target pertumbuhan dan pembangunan yang ambisius serta mulia itu tidak akan terwujud tanpa adanya iklim investasi yang kondusif guna mendorong datangnya investor.
Investasi harus bisa memberi nilai tambah dengan memberikan manfaat nyata bagi negara dan rakyatnya, tidak hanya untuk dunia bisnis saja. Indonesia perlu investasi berkualitas yang menyediakan lahan pekerjaan, keterampilan, dan peluang bagi masyarakat. Investasi yang mampu menurunkan ketimpangan sosial dan memberikan dampak positif terhadap komunitas dan kehidupan rakyat. Indonesia butuh lebih banyak investasi bernilai tambah dari dalam dan luar negeri untuk mewujudkan ambisi Jokowi dan bangsa ini.
Hal-hal tersebut akan menjadi tema utama dalam acara Indonesia Investment Summit yang berisikan diskusi antara perusahaan Amerika Serikat (AS) dan Indonesia mengenai bagaimana pemerintah serta kalangan bisnis mampu berkolaborasi untuk membuka kesempatan sekaligus memfasilitasi investasi yang dibutuhkan untuk kesuksesan Indonesia. Kamar Dagang AS (AmCham) dan USAID akan mempresentasikan hasil penelitian para pakar dari Institut Kebijakan Publik Paramadina dalam menyusun rekomendasi yang dirancang khusus untuk membantu pemerintahan baru mencapai target kebijakannya.
Berikut ini beberapa studi kasus bagaimana investor asing yang tepat bisa bekerja sama dengan pemerintah Indonesia dan komunitas bisnis untuk membantu Indonesia mencapai target pembangunan ekonominya. Banyak sektor industri di Indonesia yang memerlukan tambahan investasi dari dalam maupun luar negeri seperti teknologi komunikasi dan informasi contohnya. Pemerintahan baru menjadikan industri digital dan teknologi, keterampilan TI dan ketersediaan jaringan internet sebagai salah satu fokus pembangunan.
Namun, saat ini ketersediaan jaringan internet menghambat pertumbuhan industri teknologi dan digital. Sebagai contoh, Koridor Broadband Indonesia baru menghasilkan lima proyek besar sebagai percontohan dan inisiasi awal pemerintah, namun masih ada kurangnya pendanaan untuk mengembangkan proyek lanjutan serta pembangunan akses internet broadband di seluruh kepulauan Indonesia. Dewan Operasional TI Nasional memperkirakan bahwa dibutuhkan lebih dari 35,7 miliar dolar untuk mengimplementasikan akses broadband ke seluruh Indonesia.
Satu-satunya cara Indonesia mampu untuk meningkatkan ketersediaan jaringan internet dan menciptakan iklim yang menstimulasi sektor TI untuk maju, selain menciptakan pekerjaan untuk tenaga kerja berketrampilan dan upah tinggi, adalah dengan mendorong investasi asing yang dibutuhkan untuk mendanai pembangunan sektor ini. Ini contoh nyata bagaimana sebuah industri dan keterampilan tingkat tinggi yang ingin dibangun oleh Indonesia, memerlukan injeksi modal dan keahlian untuk bisa sukses. Mendorong investasi mampu merealisasikan proyek-proyek tersebut, dengan dampak turunan (multiplier effect) ke peningkatan industri digital dan teknologi di seluruh Indonesia.
Pemerintahan baru telah menegaskan tujuan untuk mencapai ketahanan pangan dengan cara memperkuat produktivitas pertanian dan meningkatkan nilai tambah dari produk-produknya. investasi di sektor pertanian saat ini masih tergolong rendah, pencapaian realisasi investasi masih berada di bawah 10% dari target yang ditetapkan pemerintah. Selama tahun 2009-2013, investasi di sektor pertanian hanya mencapai 9.6% dari target, dengan realisasi investasi asing berada di angka 5,38 juta dolar, atau sekitar 5,7% dari target.
Dalam sektor tambang dan mineral, investasi yang lebih intensif dibutuhkan jika Indonesia ingin meningkatkan nilai tambah dari ekspor mineral, dengan meningkatkan kuantitas pembangunan kapasitas pengolahan domestik. Dibutuhkan pula penguatan di pembangunan komunitas regional dan keahlian di sektor pertambangan. Meningkatkan produksi barang tambang berdaya nilai tambah dengan membangun smelter telah menjadi salah satu fokus kebijakan terkini, namun biaya yang dibutuhkan untuk membangun satu smelter berkisar 1-1,5 milyar dolar, Investasi sebesar ini tidak mungkin hanya berasal dari Indonesia saja.
Sampai saat ini Indonesia baru memiliki 5 smelter yang aktif beroperasi. Jika Indonesia ingin membangun lebih banyak smelter and produk ekspor mineral yang bernilai tambah lebih tinggi dengan tetap menjaga dan meningkatkan lapangan kerja serta memperkuat keahlian tenaga kerja di komunitas pertambangan di daerah terpencil, diperlukan insentif untuk menarik investasi skala besar.
Indonesia memiliki potensi sekaligus ambisi ekonomi yang sebenarnya bisa dicapai, namun untuk mewujudkannya membutuhkan lebih dari sekedar kerangka kebijakan dan retorika; dibutuhkan usaha yang fokus dan terpadu untuk menyelesaikan isu-isu yang menghalangi investasi bernilai tambah. Membuka, mendorong dan merangkul investasi sebagai sebuah kekuatan positif perlu menjadi bagian dari pola pikir baru Indonesia dalam mencapai potensi-potensi yang sesungguhnya. (*)
Bima Priya Santosa, Direktur Paramadina Public Policy Institute