Optimalisasi Penerimaan Perpajakan

Jakarta, 04 Februari 2016 – Pajak adalah salah satu instrumen penting bagi pendapatan negara. Tanpa pajak, negara tak akan mampu membiayai program-program pembangunan dan operasional pemerintahan.

Namun, sampai saat ini, penerimaan pajak oleh negara masih sangat belum optimal. Hal ini terlihat dari rasio pajak terhadap PDB dalam satu tahun terakhir yang cenderung stagnan. Jika dirata-ratakan, tax ratio Indonesia selama lima tahun terakhir hanya berkisar pada angka 12%. Jika dibandingkan dengan negara-negara tetangga di ASEAN, Indonesia hanya setingkat lebih baik dari Kamboja yang rata-rata rasio pajaknya 10 persen.

Mengingat pentingnya masalah ini, Paramadina Public Policy Institute (PPPI) bekerja sama dengan Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) menyelenggarakan sebuah kajian mengenai masalah ini dengan mengangkat tajuk “Optimalisasi Penerimaan Pajak” dengan menghadirkan beberapa ahli yang kredibel berbicara mengenai masalah ini. Seminar ini dilaksanakan di Paramadina Graduate School, The Energy Tower, Sudirman Commercial Business District (SCBD), Jakarta.

Salah satu pembicara yang mewakili pelaku bisnis atau pengusaha, Suryadi Sasmita, Wakil Ketua Umum APINDO, meminta agar target penerimaan pajak dilakukan dengan cara memperluas jumlah pembayar pajak (tax payer), bukan dengan menaikkan tarif pajak. Jika tarif terus dinaikkan maka akan mengancam dunia usaha.

“Pajak itu ibarat telur, jadi ayamnya jangan dibikin stres nanti tidak bertelur.” ujarnya.

Yang sering terjadi saat ini, kata Suryadi, adalah pembayar pajak yang taat yang justru diperiksa terus-terusan, sedang yang tidak membayar pajak bebas di luar sana. Ia juga menekankan pentingnya integritas para pegawai pajak. Suryadi mengatakan bahwa sering negosiasi justru datang dari pegawai pajak.

“Jangan salahkan pengusahanya tapi benahi dulu sistemnya, sistem di negara kita sudah ketinggalan. Dan yang paling penting adalah hapus budaya negosiasi, apapun itu,” tegasnya.

Sementara itu, Kepala Pusat Kebijakan Pendapatan Negara Badan Kebijakan Fiskal (BKF), Goro Ekanto, menyorot persoalan kelembagaan pajak. Menurutnya, pajak harus berdiri terpisah sebagai satu lembaga setingkat kementerian seperti di negara-negara maju. “Hanya negara-negara yang baru merdeka saja yang menggunakan kebijakan itu.” jelasnya.

Selain itu, pembicara ketiga, Bima P. Santosa, Managing Director PPPI menyorot masalah pajak warisan. Menurutnya, wilayah ini belum mendapat perhatian dari pemerintah padahal potensinya sangat besar.

Pembicara terakhir, Enny Sri Hartati, Direktur Eksekutif INDEF, juga mendorong agar adanya pembaharuan pada Direktorat Jenderal Pajak, yaitu menjadikannya sebagai kelembagaan yang otonom agar lebih optimal. Ia juga mendukung diberlakukan pengampunan pajak (tax amnesty).

“Tahun ini juga akan dilakukan tax amnesty, kemudian mengenai revisi undang-undang PPN dan PPH sedang dalam proses dan terus di kaji lagi, yang pasti potensi pemasukan untuk tahun ini sangat baik,” ujarnya. (*)

 

 



Author: Admin PPPI
Research, News, and Information Updates from Paramadina Public Policy Institute