Naikkan Tolok Ukur Kemiskinan Demi Ketahanan Pangan

Metrotvnews.com, Jakarta: Tolok ukur kemiskinan ekstrem yang ditingkatkan oleh Asian Development Bank (ADB) dari yang sejumlah US$1,25 per orang per hari menjadi US$1,51 per orang per hari dipandang sebagai salah satu cara untuk mempertahankan ketersediaan pangan.

“Menurut ADB, garis kemiskinan (ekstrem) mesti dinaikkan namun saat yang bersamaan harus bahas masalah ketahanan pangan,” kata Managing Director dan Co Founder Paramadina Public Policy Institute, Wijayanto dalam seminar mengenai Key Indicators for Asia and the Pacific 2014 di Energy Building SCBD, Jakarta, Kamis (21/8/2014).

Pasalnya, lanjut Wijayanto, orang Indonesia banyak yang sedikit di atas garis kemiskinan (ekstrem) ketika ada problem dengan suplai makanan. Harga melonjak, mereka akan jatuh miskin, makanya ketahanan pangan harus dijaga.

Wijayanto mengemukakan, orang Indonesia menghabiskan 60%-70% uangnya untuk pangan dan mayoritas untuk beras. Sehingga, untuk menjaga tingkat kemiskinan supaya tidak meledak, stabilitas harga pangan menjadi sangat penting.

Bagi Wijayanto, batas bawah garis kemiskinan yang digunakan Indonesia sebesar US$1,25 tergolong sangat rendah mengingat nilai tersebut hanya sama dengan penghasilan sekitar Rp302.725 per kapita per bulan. Jumlah tersebut tidak sebanding dengan jumlah pengeluaran sehari-hari masyarakat itu sendiri.

Dia menyarankan pemerintah melakukan perubahan berdasarkan tiga hal yakni define, measure, dan manage. “Jadi menurut saya salah satu upaya untuk menanggulangi kemiskinan itu membuat kemiskinan dan pengangguran itu menjadi target penting pemerintah, bagaimana supaya jadi target penting standarnya mesti dinaikkan,” tutur dia.

Define merujuk pada definisi mengenai orang yang mengalami kemiskinan dan menjadi pengangguran yang sebaiknya diperbaharui dari yang ada sekarang, measure fokus pada standar yang dipakai sebagai tolak ukur tingkat kemiskinan ekstrem, dan manage lebih kepada cara untuk menanggulangi peningkatan kemiskinan atau yang disebut program afirmatif.

“Indonesia memerlukan pendefinisian ulang mengenai orang miskin ekstrem sesuai dengan kondisi sekarang yang mana 39% dari penduduk Indonesia yang berprofesi sebagai petani dan nelayan tergolong miskin,” tukasnya.

Sumber



Leave a Reply