Laporan Diskusi: Tantangan dan Peluang 5 Hari Sekolah (Full Day School?)

Jakarta (30/08/2017) –Kebijakan pendidikan karakter 5 hari sekolah atau yang lebih dikenal oleh publik “Full Day School” telah mengundang perdebatan publik. Perdebatan yang terjadi tidak hanya menyangkut masalah substansi kebijakan tersebut, tapi juga disebabkan oleh tidak lengkapnya informasi yang diterima oleh para pemangku kepentingan. Salah satu organisasi kemasyarakatan yang secara tegas menolak dan protes atas kebijakan tersebut adalah Nahdlatul Ulama (NU) yang mengkhawatirkan kebijakan tersebut mengancam eksistensi Madrasah Diniyah.

Mengingat pentingnya kebijakan tersebut, Paramadina Public Policy Institute (PPPI), lembaga penelitian di bawah Universitas Paramadina, dan Policy Research Network (PRN) menyelenggarakan diskusi yang bertajuk “Tantangan dan Peluang 5 Hari Sekolah (“Full Day School”). Diskusi mengulas isu kebijakan 5 hari sekolah atau secara resmi menurut pemerintah adalah kebijakan pendidikan karakter. Kebijakan ini dicanangkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) RI dan akan diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres).

Berlangsung di Universitas Paramadina, diskusi tersebut menghadirkan para pembicara dari berbagai kalangan, diantaranya Kepala Dinas Pendidikan Jakarta, Dr. Sopan Ardianto; Pengamat Pendidikan, Doni Koesoema; Wakil Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Masduki Baidlawi. Diskusi ini mengundang antusiasme publik yang terlihat dari padatnya ruang diskusi oleh para peserta dan awak media.

Salah satu atensi terbesar yang mencuat dalam diskusi tersebut adalah menyangkut nama kebijakan tersebut. Semula, kebijakan tersebut dikenal sebagai “Full Day School”. Namun, dalam diskusi terkuak bahwa substansi dan nama dari kebijakan tersebut adalah “pendidikan karakter”. Salah satu pembicara, Doni Koesoema secara gamblang menyatakan bahwa istilah Full Day School yang banyak disalah artikan sebagai jam belajar sehari penuh sebetulnya tidak berasal dari pemerintah, tapi dari pihak media.

Doni mengungkapkan bahwa maksud pemerintah dengan kebijakan pendidikan karakter berangkat dari keinginan untuk mengajak segenap masyarakat membangun karakter generasi muda yang tergerus secara terus-menerus. Salah satu yang paling mengkhawatirkan adalah dari sisi nasionalisme yang terancam oleh paham ekstrimisme keagamaan.

Masduki Baidlawi yang merupakan perwakilan dari PBNU juga menegaskan bahwa pada dasarnya tidak ada masalah jika kebijakan tersebut benar-benar diorientasikan pada pendidikan karakter. Ia menyatakah bahwa organisasinya mempermasalahkan kebijakan tersebut jika sekedar berorientasi pada penambahan jumlah jam belajar dan mengajar. PBNU sendiri, ungkap Masduki, juga sangat mengkhawatirkan berkembangnya paham radikal dan ekstrim agama di kalangan siswa di sekolah. Masduki menambahkan, agar kebijakan ini berjalan maksimal perlu adanya persiapan yang baik dalam penerapannya, terutama terkait muatan kegiatan pembelajaran dalam kebijakan tersebut.

Pembicara terakhir, Dr. Sopan Ardianto, yang merupakan bagian dari pengambil kebijakan, secara mengejutkan mengungkapkan bahwa kebijakan 5 hari sekolah sudah diterapkan oleh Pemerintah DKI Jakarta sejak 2009. Sopan menegaskan bahwa sejak 2009 tidak ada kendala yang bersifat prinsip terkait kebijakan tersebut. Para orang tua justru menyambut baik kebijakan tersebut karena dipandang memberikan peluang yang lebih besar untuk interaksi antara anak dan orang tua. Namun, ia mengakui masih terdapat kendala teknis seperti masalah gedung kelas bagi sekolah yang memiliki jadwal pagi dan sore. Meski demikian, masalah tersebut terus-menerus diatasi oleh Pemerintah DKI Jakarta.

Diskusi dimoderatori oleh Totok Amin Soefijanto, Ed.D., selaku Direktur Riset PPPI dan Wakil Rektor bidang Akademik, Riset, dan Kemahasiswaan, Universitas Paramadina. Di bagian akhir diskusi, Totok menyampaikan bahwa diskusi ini merupakan bagian dari mewujudkan rencana pembentukan Forum Pendidikan (FORDIK), perkumpulan peneliti bidang pendidikan di Indonesia.

Selain berbagai awak media, kegiatan ini juga dihadiri juga oleh Prof. Firmanzah Ph.D,  Rektor Universitas Paramadina, Rowin Mangkusubroto dari Kemen-BUMN, Santoso dari Article 33, M. Hasan dari Pusat Studi Pendidikan dan Kebijakan (PSPK), Lani Ganda dari Australian Council for Educational Research (ACER), dan Alex Messakh dari Asosiasi Perpustakaan Sekolah Indonesia. Diskusi ditutup dengan pemberian sertifikat kepada ketiga narasumber oleh Bima Priya Santosa, CA., CPA., MFM., Managing Director PPPI dan Wakil Rektor bidang Administrasi, Operasional, dan Keuangan Universitas Paramadina.


Cuplikan dari diskusi: