Investasi, Kunci Pertumbuhan Indonesia

Di tengah ketidakpastian dan persepsi negatif terhadap ekonomi Indonesia, beberapa reformasi kebijakan yang tengah berlangsung dianggap memberikan lampu penerang. Namun, menurut Bank Dunia, Indonesia baru akan menikmati laju pertumbuhan yang lebih cepat baru pada tahun 2016 jika tidak tanpa adanya penguatan pertumbuhan investasi.

Harga komoditas yang lebih rendah akibat perlambatan di Tiongkok berdampak pada proyeksi pertumbuhan Indonesia, tulis Indonesia Economic Quarterly atau IEQ, laporan caturwulan-an Bank Dunia edisi Maret 2015 berjudul ‘Harapan Besar’.
Dalam laporan yang dipresentasi-diskusi-kan pada Rabu (18/3) tersebut, mengungkap bahwa pertumbuhan ekonomi melambat menjadi 5,0 persen pada tahun 2014.

“Belanja pemerintah yang naik dua kali lipat untuk infrastruktur dapat membantu meningkatkan permintaan dan mempercepat belanja investasi tetap, yang saat ini berkembang hanya 4,3 persen tahun ke tahun. Namun masih banyak hal yang perlu dilakukan dan pelaksanaan efektif sangat krusial,” pesan Bank Dunia dalam rilisnya.

Laporan ini masih selaras dengan apa yang direkomendasikan Paramadina Public Policy Institute pada November silam. Dalam laporannya yang berjudul Indonesia’s New Path: Promoting Investment, Nurturing Prosperity, PPPI menyatakan bahwa dalam beberapa tahun ke depan, Indonesia tidak punya banyak pilihan untuk meraih target pertumbuhan 7 persen.

Pilihan-pilihan yang terbatas itu akan jatuh pada investasi yang punya banyak ruang gerak, khususnya investasi dari luar negeri atau foreign direct investment. Namun perlu diperhatikan bahwa ini bukan tanpa syarat. Pemerintah perlu membenahi beberapa tantangan utama dalam meningkatkan angka investasi salah satunya adalah menurunkan tingkat ketidakpastian regulasi.

Situasi tersebut tentu bersifat destruktif terhadap minat investor untuk berinvestasi. Mereka tentu was-was dengan perubahan regulasi yang tak jarang mendadak dan tanpa konsultasi. Yang paling buruk adalah terjadi kriminalisasi atas dasar perbedaan interpretasi regulasi ataupun regulasi yang baru dikeluarkan.

IMG_3286[1]

Wijayanto Samirin, direktur Paramadina Public Policy yang juga Staf Khusus Wakil Presiden RI di bidang ekonomi menyatakan bahwa Indonesia kini hanya memiliki dua opsi untuk mempercepat pertumbuhan,

“Pilihan kita untuk tumbuh saat ini hanya dua yaitu belanja pemerintah dan investasi,” tegas Wija yang menjadi panelist dalam presentasi IEQ tersebut.

Kepala perwakilan bank dunia untuk Indonesia Rodrigo Chaves mengatakan bahwa dibutuhkan kebijakan yang tegas untuk menjaga ritme pertumbuhan positif. Selain itu, ia juga katakan bahwa sektor non migas akan punya kontribusi besar pada penerimaan, namun dalam jangka panjang.

“Pemerintah Indonesia patut mendapat pujian atas reformasi subsidi bahan bakar serta realokasi anggaran untuk belanja infrastruktur. Tetapi harga minyak yang lebih rendah serta ketaatan yang lemah mengurangi penghematan dari reformasi subsidi, sehingga dibutuhkan kebijakan tegas yang berkelanjutan dari pemerintah, untuk bisa mewujudkan harapan besar saat ini. Untuk jangka panjang, Indonesia akan memperoleh manfaat bila bisa memperbaiki sektor penerimaan, termasuk sektor non-minyak,” kata Chaves.

Setelah penghematan dari subsidi, Indonesia sebenarnya bisa sedikit mengandalkan konsumsi domestik untuk menjadi pendorong pertumbuhan. Tetapi risiko akibat kredit yang relatif lebih ketat biaya impor yang lebih tinggi, serta tekanan pada profit margin dapat mengurangi belanja serta investasi domestik.

Bank Dunia sepakat bahwa guna meyakinkan sentiment pasar, upaya Indonesia untuk memperuat iklim investasi dan daya saingnya patut ditingkatkan.

Ndiame Diop, Ekonom Utama Bank Dunia untuk Indonesia mengatakan bahwa untuk jangka pendek, ekonomi Indonesia tumbuh 5,5% atau lebih tinggi akan berat karena kondisi saat ini Indonesia tidak punya banyak pilihan sumber daya untuk tumbuh. Karena itu, selain menggenjot investasi, perlu didorong kerjasama dengan sektor swasta dengan kebijakan yang ramah.

“Percepatan belanja investasi tetap dapat memperkuat ekonomi Indonesia, dan kuncinya adalah keterlibatan sektor swasta dalam upaya ini. Kebijakan pelayanan terpadu satu pintu untuk izin usaha oleh badan koordinasi penanaman modal adalah langkah tepat. Namun implementasi sepenuhnya tidak akan terjadi seketika,” kata Diop yang menjadi pembicara utama pada acara presentasi IEQ tersebut.

IEQ juga membahas peran sektor sumberdaya alam Indonesia saat periode ledakan sektor komoditas. Agar sumberdaya alam Indonesia yang sangat besar potensinya dapat berperan lebih besar dalam pembangunan, maka diperlukan manajemen publik yang efektif terhadap sumberdaya tersebut, juga kerangka kerja kebijakan yang kuat demi penyusunan peraturan yang tepat.(*)



Author: Admin PPPI
Research, News, and Information Updates from Paramadina Public Policy Institute

Leave a Reply